Friday 24 November 2017

Serampang 12, Sering Dipentaskan di Thailand, dan Hongkong, Tapi Dilupakan Generasi Muda (bagian 3)

Pada tulisan terdahulu diterangkan bahwa Tari Serampang Dua belas berkisah tentang cinta suci dua anak manusia yang muncul sejak pandangan pertama dan diakhiri dengan pernikahan yang direstui oleh kedua orang tua sang dara dan teruna.

Oleh karena menceritakan proses bertemunya dua hati tersebut, maka tarian ini biasanya dimainkan secara berpasangan, laki-laki dan perempuan. Namun demikian, pada awal perkembangannya tarian ini hanya dibawakan oleh laki-laki karena kondisi masyarakat pada waktu itu melarang perempuan tampil di depan umum, apalagi memperlihatkan lenggak-lenggok tubuhnya.

Diperbolehkannya perempuan memainkan Tari Serampang Dua belas ternyata berpengaruh positif terhadap perkembangan tarian ini. Serampang Dua belas tidak hanya berkembang dan dikenal oleh masyarakat di wilayah Kesultanan Serdang, tetapi juga menyebar ke berbagai daerah di Indonesia, seperti Riau, Jambi, Kalimantan, Sulawesi, bahkan sampai ke Maluku. Bahkan, tarian ini sering dipentaskan di manca negara, seperti Malaysia, Singapura, Thailand, dan Hongkong.


Keberadaan Tari Serampang Dua belas yang semakin mendunia ternyata memantik kegelisahan sebagian masyarakat Serdang Bedagai pada khususnya, dan Sumatra Utara pada umumnya. Kekhawatiran tersebut muncul karena dua hal. Pertama, persebaran Tari Serampang Dua belas ke berbagai daerah dan negara tidak diimbangi dengan transformasi kualitasnya.

Artinya, transformasi Tari Serampang Dua belas terjadi hanya pada bentuknya saja, bukan kepada tekniknya. Salah satu yang mengkhawatirkan dari perkembangan Tari Serampang Dua belas adalah pendangkalan dalam hal teknik menari.

Hal ini disebabkan oleh orang-orang dari luar daerah Asahan yang memainkan tarian ini tidak didukung oleh penguasaan terhadap teknik yang benar. Akibatnya, terjadi pergeseran teknik tari dari aslinya.

Minimnya kepedulian generasi muda kepada Tari Serampang Dua belas. Meluasnya persebaran tarian ini ke berbagai daerah ternyata tidak diimbangi dengan meningkatnya kecintaan generasi muda terhadap tarian ini. Kondisi ini tidak saja dapat menyebabkan Tari Serampang Dua belas hilang karena tidak ada penerusnya, tapi juga bisa hilang karena diklaim oleh pihak lain.

Fenomena tersebut harus disikapi secara cepat dan tepat agar Tari Serampang Dua belas tidak saja lestari, tetapi juga dapat memberikan manfaat bagi masyarakat.

Sedikitnya ada hal-hal yang dapat dilakukan untuk menyelamatkan Tari Serampang Dua belas. Pertama, menjadikan Tari Serampang Dua belas sebagai aset daerah. Artinya, pemerintah harus melakukan proteksi agar tarian ini tidak diklaim oleh pihak lain, yaitu dengan mematenkan hak ciptanya.

Kedua, mendekatkan Tari Serampang Dua belas kepada anak-anak dan remaja. Cara yang dapat dilakukan adalah dengan menjadikan Tari Serampang Dua belas sebagai salah satu materi pengajaran muatan lokal. Dengan menjadikan Tari Serampang Dua belas sebagai materi muatan lokal, maka anak-anak sejak dini diajarkan untuk mengetahui sejarah keberadaannya dan memahami nilai-nilai yang terkandung di dalam setiap geraknya. Dengan cara ini, maka kita telah berusaha menanamkan kepada generasi muda rasa cinta, bangga, dan rasa memiliki terhadap Tari Serampang Dua belas.

Ketiga, menyelenggarakan perlombaan rutin Tari Serampang Dua belas. Menyelenggarakan perlombaan tari artinya mencari orang yang mempunyai kemampuan terbaik dalam menari. Dalam perlombaan, hanya yang terbaiklah yang akan menjadi juara. Untuk menjadi yang terbaik, setiap orang harus belajar dengan sungguh-sungguh agar mempunyai kemampuan menari yang lebih baik dari orang lain. Melalui strategi ini, setiap orang secara halus “dipaksa” untuk mempelajari Tari Serampang Dua belas secara baik dan benar. Jika cara ini berjalan, maka ada dua hal yang dicapai sekaligus, yaitu lestarinya Tari Serampang Dua belas pada satu sisi, dan terjaganya kualitas teknik Tari Serampang Dua belas pada sisi yang lain.

Keempat, memberikan jaminan kesejahteraan hidup para pelestarinya. Para stake holder, khususnya pemerintah, perlu membuat terobosan agar para pelestari Tari Serampang Dua belas, dan juga para pelestari warisan budaya lainnya, dapat hidup secara salayak. Para pelestari kebudayaan kebudayaan tentu akan terus bekerja dan mengabdikan hidupnya untuk melestarikan warisan budaya jika apa yang dilakukan tidak saja secara normatif menjaga kelestarian budaya, tetapi juga secara praktis menjadi penopang keberlangsungan hidupnya. Seringkali warisan budaya dibiarkan terlantar karena “tidak memberikan” manfaat kepada pemiliknya. (bersambung)

Sumber: taslabnews

No comments:
Write komentar

Blog Archive

Statistics

About Me

authorBUNG AGUS RAMANDA (Ketua) BUNG BASUKI, S.Pd., MM. (Sekretaris)
Learn More →