Bedalih
untuk melucuti Tentara Jepang, Ternyata kedatangan Belanda ingin
kembali menguasai Indonesia. Dengan membonceng Tentara Inggris datang ke
Surabaya. Setelah kemerdekaan Indonesia diproklamasikan oleh
Soekarno-Hatta 17 Agustus 1945 pasukan Jepang mulai dilucuti oleh
Tentara nasional dan rakyat. Proses pelucutan ini menimbulkan
bentrokan-bentrokan di berbagai daerah yang cukup banyak menimbulkan
korban. Inisiatif tersebut juga dilakukan karena pihak sekutu di
Indonesia masih belum juga melucuti Tentara Jepang.
Pihak sekutu yang telah menjatuhkan bom di kota Hiroshima dan Nagasaki di Jepang akhirnya juga turut turun ke Indonesia untuk melucuti Tentara Jepang. Inggris mengerahkan 5.000 pasukan dari Brigade 49 dan 24.000 dari Divisi 5 yang diberangkatkan dari Malaysia menuju Surabaya. Ini merupakan pengerahan kekuatan militer Inggris terbesar sejak berakhirnya Perang Dunia II. 15 September sekutu yang diwakili oleh Inggris mendarat di Jakarta dan 25 Oktober di Surabaya. Rakyat Indonesia di Surabaya serentak menolak dan melawan kedatangan Tentara sekutu dengan mengerahkan lebih dari 130.000 pasukan demi mempertahankan kemerdekaan Negara Republik Indonesia, pertempuran Heroik Rakyat Indonesia tidak terelakkan lagi “MERDEKA ATAU MATI”.
A. Proklamasi 17 Agustus 1945
Kekalahan Jepang kepada Sekutu pada tanggal 14 Agustus 1945 berdampak terjadinya kekosongan kekuasaan di Indonesia. Kesempatan ini di pergunakan oleh Rakyat Indonesia untuk memproklamasikan kemerdekaan pada tanggal 17 Agustus 1945.
B. Sejarah Pertempuran Surabaya 10 November 1945
Pertempuran Surabaya merupakan peristiwa sejarah perang antara pihak tentara Indonesia dan pasukan Belanda. Peristiwa besar ini terjadi pada tanggal 10 November 1945 di Kota Surabaya, Jawa Timur. Pertempuran ini adalah perang pertama pasukan Indonesia dengan pasukan asing setelah Proklamasi Kemerdekaan Indonesia dan satu pertempuran terbesar dan terberat dalam sejarah Revolusi Nasional Indonesia yang menjadi simbol nasional atas perlawanan Indonesia terhadap kolonialisme.
Pertempuran Surabaya 10 November 1945
Pihak sekutu yang telah menjatuhkan bom di kota Hiroshima dan Nagasaki di Jepang akhirnya juga turut turun ke Indonesia untuk melucuti Tentara Jepang. Inggris mengerahkan 5.000 pasukan dari Brigade 49 dan 24.000 dari Divisi 5 yang diberangkatkan dari Malaysia menuju Surabaya. Ini merupakan pengerahan kekuatan militer Inggris terbesar sejak berakhirnya Perang Dunia II. 15 September sekutu yang diwakili oleh Inggris mendarat di Jakarta dan 25 Oktober di Surabaya. Rakyat Indonesia di Surabaya serentak menolak dan melawan kedatangan Tentara sekutu dengan mengerahkan lebih dari 130.000 pasukan demi mempertahankan kemerdekaan Negara Republik Indonesia, pertempuran Heroik Rakyat Indonesia tidak terelakkan lagi “MERDEKA ATAU MATI”.
A. Proklamasi 17 Agustus 1945
Kekalahan Jepang kepada Sekutu pada tanggal 14 Agustus 1945 berdampak terjadinya kekosongan kekuasaan di Indonesia. Kesempatan ini di pergunakan oleh Rakyat Indonesia untuk memproklamasikan kemerdekaan pada tanggal 17 Agustus 1945.
B. Sejarah Pertempuran Surabaya 10 November 1945
Pertempuran Surabaya merupakan peristiwa sejarah perang antara pihak tentara Indonesia dan pasukan Belanda. Peristiwa besar ini terjadi pada tanggal 10 November 1945 di Kota Surabaya, Jawa Timur. Pertempuran ini adalah perang pertama pasukan Indonesia dengan pasukan asing setelah Proklamasi Kemerdekaan Indonesia dan satu pertempuran terbesar dan terberat dalam sejarah Revolusi Nasional Indonesia yang menjadi simbol nasional atas perlawanan Indonesia terhadap kolonialisme.
Pidato Penghabisan Bung Tomo
Bismillahirrohmanirrohim..
MERDEKA!!! Saudara-saudara rakyat jelata di seluruh Indonesia terutama saudara-saudara penduduk kota Surabaya kita semuanya telah mengetahui bahwa hari ini tentara inggris telah menyebarkan pamflet-pamflet yang memberikan suatu ancaman kepada kita semua kita diwajibkan untuk dalam waktu yang mereka tentukan menyerahkan senjata-senjata yang telah kita rebut dari tangannya tentara jepang mereka telah minta supaya kita datang pada mereka itu dengan mengangkat tangan mereka telah minta supaya kita semua datang pada mereka itu dengan membawa bendera puitih tanda bahwa kita menyerah kepada mereka Saudara-saudara di dalam pertempuran-pertempuran yang lampau di dalam pertempuran-pertempuran yang lampau di dalam pertempuran-pertempuran yang lampau di dalam pertempuran-pertempuran yang lampaukita sekalian telah menunjukkan bahwa rakyat Indonesia di Surabaya pemuda-pemuda yang berasal dari Maluku pemuda-pemuda yang berawal dari Sulawesipemuda-pemuda yang berasal dari Pulau Balipemuda-pemuda yang berasal dari Kalimantanpemuda-pemuda dari seluruh Sumaterapemuda Aceh, pemuda Tapanuli, danseluruh pemuda Indonesia yang ada di surabaya ini di dalam pasukan-pasukan mereka masing-masing dengan pasukan-pasukan rakyat yang dibentuk di kampung-kampung telah menunjukkan satu pertahanan yang tidak bisa dijebol telah menunjukkan satu kekuatan sehingga mereka itu terjepit di mana-mana hanya karena taktik yang licik daripada mereka itu saudara-saudara dengan mendatangkan presiden dan pemimpin2 lainnya ke Surabaya ini maka kita ini tunduk utuk memberhentikan pentempuran tetapi pada masa itu mereka telah memperkuat diri dan setelah kuat sekarang inilah keadaannya Saudara-saudara kita semuanya kita bangsa indonesia yang ada di Surabaya ini akan menerima tantangan tentara inggris itu dan kalau pimpinan tentara inggris yang ada di Surabaya ingin mendengarkan jawaban rakyat Indoneisa ingin mendengarkan jawaban seluruh pemuda Indoneisa yang ada di Surabaya ini dengarkanlah ini tentara inggris ini jawaban kita ini jawaban rakyat Surabaya ini jawaban pemuda Indoneisa kepada kau sekalian hai tentara inggris kau menghendaki bahwa kita ini akan membawa bendera putih untuk takluk kepadamu kau menyuruh kita mengangkat tangan datang kepadamu kau menyuruh kita membawa senjata2 yang telah kita rampas dari tentara jepang untuk diserahkan kepadamu tuntutan itu walaupun kita tahu bahwa kau sekali lagi akan mengancam kita untuk menggempur kita dengan kekuatan yang ada tetapi inilah jawaban kita: selama banteng-banteng Indonesia masih mempunyai darah merah yang dapat membikin secarik kain putih merah dan putih maka selama itu tidak akan kita akan mau menyerah kepada siapapun juga Saudara-saudara rakyat Surabaya, siaplah! keadaan genting! tetapi saya peringatkan sekali lagi jangan mulai menembak baru kalau kita ditembak maka kita akan ganti menyerang mereka itukita tunjukkan bahwa kita ini adalah benar-benar orang yang ingin merdeka Dan untuk kita saudara-saudara lebih baik kita hancur lebur daripada tidak merdeka semboyan kita tetap: merdeka atau mati! Dan kita yakin saudara-saudara pada akhirnya pastilah kemenangan akan jatuh ke tangan kita sebab Allah selalu berada di pihak yang benar percayalah saudara-saudara Tuhan akan melindungi kita sekalian Allahu Akbar! Allahu Akbar! Allahu Akbar! MERDEKA!!!
Pidato Bung Tomo
Pidato bung tomo ini dikumandangkan terus menerus selama pertempuran berlangsung melalui rri dan radio-radio revolusioner untuk membangkitkan semangat heroik rakyat surabaya.
1. Insiden Perobekan Bendera Belanda di Hotel Yamato 19 September 1945
Setelah munculnya maklumat pemerintah Indonesia tanggal 31 Agustus 1945 yang menetapkan bahwa mulai 1 September 1945 bendera nasional Sang Saka Merah Putih dikibarkan terus di seluruh wilayah Indonesia, gerakan pengibaran bendera tersebut makin meluas ke segenap pelosok kota Surabaya. Klimaks gerakan pengibaran bendera di Surabaya terjadi pada insiden perobekan bendera di Yamato Hoteru / Hotel Yamato (bernama Oranje Hotel atau Hotel Oranye pada zaman kolonial, sekarang bernama Hotel Majapahit) di Jl. Tunjungan no. 65 Surabaya.
Sekelompok orang Belanda di bawah pimpinan Mr. W.V.Ch. Ploegman pada sore hari tanggal 18 September 1945, tepatnya pukul 21.00, mengibarkan bendera Belanda (Merah-Putih-Biru), tanpa persetujuan Pemerintah RI Daerah Surabaya, di tiang pada tingkat teratas Hotel Yamato, sisi sebelah utara. Keesokan harinya para pemuda Surabaya melihatnya dan menjadi marah karena mereka menganggap Belanda telah menghina kedaulatan Indonesia, hendak mengembalikan kekuasan kembali di Indonesia, dan melecehkan gerakan pengibaran bendera Merah Putih yang sedang berlangsung di Surabaya.
Pengibaran bendera Indonesia setelah bendera belanda berhasil disobek warna birunya di hotel Yamato Tak lama setelah mengumpulnya massa di Hotel Yamato, Residen Soedirman, pejuang dan diplomat yang saat itu menjabat sebagai Wakil Residen (Fuku Syuco Gunseikan) yang masih diakui pemerintah Dai Nippon Surabaya Syu, sekaligus sebagai Residen Daerah Surabaya Pemerintah RI, datang melewati kerumunan massa lalu masuk ke hotel Yamato dikawal Sidik dan Hariyono. Sebagai perwakilan RI dia berunding dengan Mr. Ploegman dan kawan-kawannya dan meminta agar bendera Belanda segera diturunkan dari gedung Hotel Yamato.
Dalam perundingan ini Ploegman menolak untuk menurunkan bendera Belanda dan menolak untuk mengakui kedaulatan Indonesia. Perundingan berlangsung memanas, Ploegman mengeluarkan pistol, dan terjadilah perkelahian dalam ruang perundingan. Ploegman tewas dicekik oleh Sidik, yang kemudian juga tewas oleh tentara Belanda yang berjaga-jaga dan mendengar letusan pistol Ploegman, sementara Soedirman dan Hariyono melarikan diri ke luar Hotel Yamato. Sebagian pemuda berebut naik ke atas hotel untuk menurunkan bendera Belanda. Hariyono yang semula bersama Soedirman kembali ke dalam hotel dan terlibat dalam pemanjatan tiang bendera dan bersama Koesno Wibowo berhasil menurunkan bendera Belanda, merobek bagian birunya, dan mengereknya ke puncak tiang bendera kembali sebagai bendera Merah Putih.
Setelah insiden di Hotel Yamato tersebut, pada tanggal 27 Oktober 1945 meletuslah pertempuran pertama antara Indonesia melawan tentara Inggris . Serangan-serangan kecil tersebut di kemudian hari berubah menjadi serangan umum yang banyak memakan korban jiwa di kedua belah pihak Indonesia dan Inggris, sebelum akhirnya Jenderal D.C. Hawthorn meminta bantuan Presiden Sukarno untuk meredakan situasi.
2. Pendaratan 5.000 Pasukan Belanda dari Brigade 49 di bawah Komando Brigjend AWS Mallaby 24 Oktober 1945
Inggris mendarat di Tanjung Perak Surabya dengan dipimpin oleh Brigadir Jenderal Mallaby yang juga merupakan Panglima Brigade ke-49 dengan tugas utama mengungsikan pasukan Jepang dan para interniran. Brigade ini berjumlah kurang lebih enam ribu pasukan dengan membawa juga pasukan elit Gurkha.
Selanjutnya Mallaby sendiri dan wakilnya, Kolonel Pugh, pertama-tama disambut oleh Mustopo, kepala TKR-Surabaya, dan Atmadji, bekas aktivis Gerindo, yang mewakili TKR Angkatan Laut. Setelah mengadakan pembicaraan-pembicaraan dengan Mustopo, Mallaby menegaskan bahwa sekutu tidak akan menyelundupkan di tengah-tengah mereka pasukan Belanda dan NICA (Netherland Indies Civil Administrastion).
Pada tanggal 24 Oktober 1945 sekira jam 11.00 pagi tampak sebuah pesawat terbang melayang-layang di tepi laut Perak. Ternyata pesawat tadi mengawal iring-iringan konvoi terdiri sekitar 6 destroyer dan kapal sejenis LST dan sejumlah kapal biasa sebanyak ± 60 buah. Di antaranya ada yang langsun mendarat di Rotterdamweg (Jl.Zamrut) Tanjungperak. Kapal perang yang lain mendarat di gedung Armada Moderlust. Itulah pendaratan pasukan Inggris ke Surabaya yang dipimpin oleh Brigadir AWS Mallaby. Tugas Mallaby adalah mengangkut keluar para tawanan perang asing dari Surabaya, baik orang asing yang ditawan oleh Jepang dulu (yang jumlahnya cukup banyak ± 4000 orang), maupun orang Jepang yang sudah takluk.
Sebetulnya beberapa hari sebelumnya Menteri Penerangan Amir Syarifuddin telah memberi instruksi kepada Drg Mustopo bahwa akan tiba pasukan Inggris yang bertugas menjemput tawanan perang, jangan dihalang-halangi. Namun ketika mendapat laporan bahwa pasukan Inggris pimpinan Brigadir AWS Mallaby mendarat dengan begitu banyak kapal peerang, Mustopo sebagai Ketua BKR Jawa Timur merasa tidak nyaman ada tentara asing menginjakkan kakinya di Surabaya. Malam hari itu, dikawal oleh Dr. Sugiri, AWS Mallaby menemui “pemerintah” Surabaya di Kantor Gubernur. Sebagai pusat pemerintahan di situ piket Drg. Mustopo, M.Yasin, Bung Tomo dengan mikrofonnya. Di situ untuk pertama kalinya Mallaby bertemu deengan Mustopo. Mustopo bilang, kalau mau mendarat di Surabaya harus mendapat izin dari pemerintah. Mallaby tanya, “From whome we have to get permission to land our troops?” Dijawab Mustopo, “From the Minister of Defence of The Republic of Indonesia.” Mallaby, “Where can I meet your Minister of Defence?” Mustopo, “He sits before you.” Langsung Mallaby menyebut Mr berubah menjadi “Your Excellency”. Setelah itu dirundingkan bagaimana pasukan Mallaby bisa menunaikan tugas menjemput tawanan di Surabaya. Mustopo menganjurkan pasukan Mallaby tidak perlu mendarat lebih dari 800 meter dari pelabuhan. Nanti pasukan Indonesia saja yang mengantarkan para tawanan ke pelabuhan. Tapi Mallaby menolak tawaran ini dan akan terus menerjunkan pasukannya memasuki Kota Surabaya.
Setelah pertemuan itu hari-hari atau malam hari Mustopo beberapa kali bertemu dengan Mallaby atau stafnya. Mallaby tetap bersikeras menerjunkan pasukannya ke pusat kota. Pernah mereka bertemu dengan kapasitasnya sebagai tentara di Prapatkurung, tidak dapat persetujuan. Pernah juga Mustopo diculik dari markasnya di Gedung HVA diharuskan membebaskan kpara interniran di penjara Kalisosok. Para tawanan asing, termasuk Huiyer, dibebaskan. Dalam keadaan panik Mustopo mengumumkan akan pidato di RRI, menolak kehadiran tentara Inggris di Surabaya. Siang hari sebelum pidato, Mustopo disertai para BKR anak buahnya berkeliling naik kendaraan mengumumkan penolakannya terhadap pendaratan tentara Inggris. Para Arek-arek Surabaya yang sudah merasa merdeka dan punya senjata, dengan berapi-api mendukung penolakan Mustopo. Ketika berpidato di RRI sanja harinya, Mustopo hanya berteriak, “Nica! Nica! (baca nika) Jangan mendarat! Kamu tahu aturan! Kamu tahu aturan, Inggris! Kamu sekolah tinggi! Jangan mendarat!” Tetapi pasukan Mallaby secara beregu maupun berkelompok lebih banyak, dengan senjata lengkap memasuki kota, menduduki tempat-tempat yang strategis seperti: Gedung Internatio (Jembatan Merah), gedung BPM (pertamina Jl. Veteran), Gereja Kristen dan Kantor Polisi di Bubutan, Kompleks SMAN Wijayakusuma, RRI Surabaya Jl. Simpang (depan rumahsakit yang sekarang jadi Surabaya Plaza), Konsulat Inggris dan Gedung olahraga dayung di Kayun, Rumahsakit Darmo dan sekitarnya, Kantor BAT Ngagel. Dengan keadaan seperti itu Mustopo menganjurkan kepada rakyat Surabaya supaya menghalang-halangi tentara asing itu menduduki bumi Surabaya yang merdeka.
Tembak-menembak dimulai oleh Inggris atas perintah Mayor Gopal, Komandan Kompi “D”, Brigade ke 49, Divisi ke 23 “The Fighting Cock” Inggris, seperti ditulisnya tanggal 24 Agustus 1974. Menurut Tom Driberg, anggota Parlemen Inggris, perintah menembak diberikan oleh Mallaby sendiri. Perintah menembak ini, apapun alasannya jelas telah melanggar perjanjian Sukarno-Mallaby tanggal 29 Oktober dan Kesepakatan Sukarno-Hawthorn tanggal 30 Oktober 1945.
3. Pejuang RI Menolak Ultimatum Inggris Pertempuran Fase Pertama, 28-30 Oktober 1945
Seluruh Pemuda Indonesia bersatu menghadapi Tentara Inggris. Pada pertempuran ini, pasukan Brigade 49 berhasil disapu bersih oleh Pejuang RI. Tanggal 28 Oktober 1945, baru dikurung dua hari saja, pasukan Inggris dipastikan akan hancur seluruhnya. Brigadir Mallaby jadi was-was. Dia harus menghentikan kehancuran ini. Kepada siapa harus minta tolong? Minta tolong berdamai dari pihak pemerintah Surabaya tidak mungkin. Satu-satunya jalan minta tolong ke markas pusatnya di Jakarta. Minta dikirimkan orang yang bakal dipatuhi oleh Arek-arek Surabaya. Siapa? Pasukan Inggris makin tedesak dan meminta gencatan senjata 30 Oktober 1945.
Setelah dirunding-runding, akhirnya jatuh pilihan mendatangkan Presiden Sukarno. Padahal pasukan Sekutu pemenang perang belum mengakui adanya proklamasi kemerdekaan Indonesia. Tapi akhirnya memenuhi permintaan Mallaby, mereka meminta Presiden Sukarno mendamaikan pertempuran di Surabaya. Kabar kedatangan Presiden Sukarno sudah diumumkan. Tapi rakyat Surabaya sudah tidak mau lagi percaya dengan janji-janji orang Inggris. Sudah beberapa kali sebelum tembak-menembak di Surabaya, patinggi bangsa Indonesia di Surabaya berunding dengan pihak Mallaby, sudah disepakati sesuatu, tapi kemudian dilanggar. Maka kabar bakal datangnya Presiden Sukarno juga harus diwaspadai. Radio Pembrontakan Rakyat Surabaya dengan suara Bung Tomo yang selalu memantau perkembangan pertempuran bersuara keras, para pemuda di Lapangan Terbang Morokrembangan harus sigap. Kalau yang turun bukan Presiden Sukarno, harap ditembak saja dengan penumpangnya yang lain.
Ternyata betul Yang datang Bung Karno diikuti Wakil Presiden Mohamad Hatta, dan Menteri Penerangan Amir Syarifuddin. Turun dari pesawat mereka disambut oleh pemuda, dinaikkan kendaraan, dibawa lari masuk kota dengan bendera Merah-Putih selalu dikibarkan di konvoi mobil. Waktu itu Kota Surabaya sedang hujan peluru, dan jalan-jalan besar dihalangi baik oleh barang, maupun gerombolan pemuda. Namun rombongan Presiden Sukarno bisa dilarikan ke rumah Residen Sudirman di Van Sandicctstraat (Jl. Residen Sudirman). Di sana diberi laporan dulu oleh pihak pemerintah Indonesia.
Baru keesokan harinya berunding dengan Mallaby di rumah dinas Gubernur (Grahadi). Sebelum Mallaby tiba, datang dulu Drg. Mustopo yang digiring oleh Sabaruddin. Oleh para petinggi negara, antara lain Wakil Presiden Moh. Hatta, Mustopo dianggap sebagai pemicu pertempuran dengan pasukan Inggris di Surabaya. Perbuatan yang salah. Makanya langsung dipecat dari jabatannya oleh Presiden Sukarno.
Hasil perundingan dengan Mallaby, harus secepatnya diumumkan gencatan senjata. Pengumuman tadi harus segera disiarkan. Di siarkan lewat mana, wong RRI Simpang sudah terbakar hangus? Akhirnya diumumkan lewat siaran Radio Pemberontakan Rakyat Surabaya Jalan Mawar 10. Bung Karno dan Mallaby bersama staf pergi ke sana untuk mengumumkan gencatan senjata.
Baru keesokan harinya (30 Oktober) diadakan perundingan yang mengatur jalan tugasnya Mallaby mengangkut para tawanan keluar Surabaya. Perundingan diadakan di Kantor Gubernur. Harus menunggu kedatangan Panglima Divisi India 23, Mayor Jendral D.C.Hawthorn, atasan Mallaby. Hawthorn tiba dengan pesawat dari Jakarta jam 09.15.
Sementgara itu para pemuda Surabaya berdemonstrasi di depan tempat berunding, mereka dengan gagah mengendarai tank rampasan dari Jepang, berputar-putar tak berhenti di depan bekas gedung Kenpeitai yang sudah menjadi gedung PTKR. Arek-arek Surabaya saat itu sebagai pihak yang menang perang. Diperoleh hasil, bahwa pasukan Mallaby diperbolehkan mengangkut tawanan dengan mobil-mobil pasukan Inggris dari segala tempat tawanan (tawanan bangsa Eropa terbanyak di Rumah Sakit Darmo, sedang prajurit Jepang di Jaarmarkt (Hitech Plaza) dan Penjara Koblen. Jalan-jalan besar yang akan dilalui mobil angkutan harus dibuka lebar. Untuk mengawasi penyelenggaraan itu maka dibentuk Kontak Biro, yaitu yang terdiri dari petinggi pasukan Inggris dan petinggi pemerintah Kota Surabaya. Anggota Kontak Biro (Contact Bureau) Inggris adalah: Brig. AWS Mallaby, Colonel LPH Pugh, Mayor M.Hodson, Capt. H.Show, Wing Commander Groom. Dari Indonesia: Sudirman (Resident), Dul Arnowo, Atmadji, HR.Mohammad, Sungkono, Suyono, Kusnandar, Ruslan Abdulgani, T.D.Kundan.
Jam 13 Kontak Biro sudah selesai disusun, ditandatangani oleh Hawthorn dan Presiden Sukarno. Karena Kontak Biro sudah terbentuk, tinggal pelaksanaannya saja, maka Mayor Jendral D.C.Hawthorn dan rombongan Presiden Sukarno meninggalkan tempat terbang kembali ke Jakarta. Kontak Biro terus berunding, akan bekerja menurut aturan yang ditetapkan. Rencana bekerja selesai jam 16.30. Waktu itu di sana sini masih terdengar tembak-menembak..Maka harus dicegah. Gencatan senjata harus dilaksanakan. Maka para perunding langsung bekerja akan mendatangi tempat yang masih terdengar tembak-menembak. Yaitu yang pertama di Jembatan Merah. Dengan beberapa mobil dari depan gedung Gubernur tempat mereka berunding, mereka menuju pertama kali ke Jembatan Merah. Waktu melalui jalan Societeitstraat (Jl. Veteran), rombongan mobil sering dihadang oleh pemuda-pemuda Surabaya yang memprotes mengapa harus gencatan senjata, wong kita menang.
Tentara Inggris harus meninggalkan gedung, agar aman. Mendapat hadangan begitu gaanti-berganti Dul Arnowo dan Residen Sudirman memberikan penerangan tentang pentingnya gencatan senjata. “Ya, tentara Inggris harus meninggalkan gedung, baru aman!” Gedung Internatio di sebelah barat lapangan Jembatan Merah, diduduki tentara Inggris. Mereka dikurung oleh rakyat Surabaya, tapi masih saja melawan. Maka rombongan mobil Kontak Biro melalui Herenstraat (Rajawali) mendekati gedung Internatio. Berhenti di pertiga depan gedung. Hanya mobil Mallaby yang menuju depan gedung. Di sana, komandan pasukan Inggris Mayor Venu Gopal (Gurkha) keluar di teras, bercakap-cakap dengan Mallaby. Setelah itu, Mallaby dengan mobilnya berangkat lagi ke utara, lalu belok ke timur melalui Willemplein Noord (jalan sebelah utara lapangan) menuju Jembatan Merah. Sepanjang perjalanan dikerumuni para pengepung gedung Internatio, minta supaya tentara Inggris angkat kaki dari gedung. Sampai di ujung barat Jembatan Merah bertemu lagi dengan rombongan mobil dari Kontak Biro Indonesia. Permintaan rakyat kian ramai, sehingga rombongan sulit berjalan. Maunya meneruskan misi ke daerah Kembangjepun yang juga masih terdeengar tembak-menembak. Tetapi karena penuh sesak dikerumuni rakyat, para pihak Kontak Biro berunding di tempat. Akhirnya Mallaby setuju mengutus stafnya datang ke gedung, untuk membicarakan hal meninggalkan gedung. Yang diutus Kapten Show, perwira penyelidik yang sudah beberapa kali ikut berunding dengan pihak Indonesia. Kepergian Kapten Show akan diikuti oleh utusan dari Indonesia. Dipilih HR.Mohammad, yang berpakaian tentara dan yang paling tua. Untuk mengetahui bahasa mereka di gedung, pihak Indonesia menyertakan TD.Kundan (warga Surabaya keturunan India) sebagai jurubahasa. Ketiga orang tersebut menyeberangi taman Willemplein (Taman Jayengrono), lalu masuk ke gedung.
Namun belum sampai 15 menit, terlihat TD Kundan lari keluar dari gedung, dan menyuruh orang bertiarap atau berlindung. Akan ada tembakan. Belum jelas teriakan TD Kundan, ternyata benar terdengar rentetan tembakan dari dalam gedung. Maka gemparlah pengepung gedung di lapangan. Termasuk para anggota Kontak Biro Indonesia. Mereka pada menyelamatkan diri, kebanyakan terjun ke Kalimas, dan menyeberang ke sebalah timur. Karena sudah berunding begitu lama (dari pagi sampai magrip) dengan akhir begitu, para petinggi Kontak Biro Indonesia tidak bertemu lagi malam itu, masing-masing pulang sendiri-sendiri. HR. Mohammad masih terkurung di dalam gedung. (Baru keesokan harinya dilepas oleh tentara Inggris di gedung itu). Keesokan harinya (31 Oktober 1945) mobil Mallaby ditemukan hancur di tempat, Dan Brigadir Mallaby tewas di dalamnya. Konon ditemukan oleh Dr. Sugiri, dan dibawa ke Rumah Sakit Simpang Surabaya.
Hari Rabu 31 Oktober 1945, Jendral Christison selaku Panglima Tentara Sekutu untuk Asia Tenggara mengeluarkan pengumuman yang mengandung ancaman (Warning to Indonesian), Presiden Sukarno mendapat perintah untuk datang jam 11 di Markas Besar Jendral Christison di Jakarta. Diberi tahu bahwa Brigadir AWS Mallaby telah dibunuh secara keji sekali, ketika menjalankan tugas berunding dengan pemimpin extremis Indonesia (Kantor Berita Belanda ANP). Dul Arnowo memberikan laporan berdasarkan kenyataan. Malam itu juga Presiden Sukarno berpidato melalui radio, menyesalkan kejadian tersebut. Dalam pidatonya antara lain mengemukakan: Surabaya merupakan satu kekuatan nasional kita. Di Surabaya TKR tersusun sangat baik. Pemuda dan kaum buruh telah membentuk persatuan-persatuan yang sangat teguh.
B. Ultimatum Inggris 9 November 1945
Pendaratan 24.000 Tentara Inggris dari Divisi 5 pada tanggal 3 November 1945 dibawah Komando Meyjend EC. Manseergh. Setelah terbunuhnya Brigadir Jenderal Mallaby, penggantinya, Mayor Jenderal Mansergh mengeluarkan ultimatum yang menyebutkan bahwa semua pimpinan dan orang Indonesia yang bersenjata harus melapor dan meletakkan senjatanya di tempat yang ditentukan dan menyerahkan diri dengan mengangkat tangan di atas. Batas ultimatum adalah jam 6.00 pagi tanggal 10 November 1945.
Ultimatum Inggris 9 November 1945
Ultimatum tersebut kemudian dianggap sebagai penghinaan bagi para pejuang dan rakyat yang telah membentuk banyak badan-badan perjuangan / milisi. Ultimatum tersebut ditolak oleh pihak Indonesia dengan alasan bahwa Republik Indonesia waktu itu sudah berdiri, dan Tentara Keamanan Rakyat (TKR) juga telah dibentuk sebagai pasukan negara. Selain itu, banyak organisasi perjuangan bersenjata yang telah dibentuk masyarakat, termasuk di kalangan pemuda, mahasiswa dan pelajar yang menentang masuknya kembali pemerintahan Belanda yang memboncengi kehadiran tentara Inggris di Indonesia.
C. Pendaratan 24.000 Tentara Inggris dari Divisi 5 dibawah Komando Meyjend EC. Manseergh 3 November 1945
Secara diam-diam Sekutu memperkuat posisinya. Tanggal 1 November pukul 08.00 Laksamana Muda Patterson dengan kapal perang HMS Sussex tiba di Surabaya, 1500 pasukan didaratkan dengan kapal Carron dan Cavallier. Tanggal 3 November menyusul pula Mayor Jendral E.C.Manseergh, Panglima Divisi ke-5 Infanteri India, tiba di Surabaya dengan membawa 24.000 pasukan, lengkap dengan panser, satu divisi arteleri dilindungi dari Tanjungperak dan Ujung oleh satu kruiser dan empat destroyer dengan meriam jarak jauh yang lengkap, ditambah 21 Sherman tank dan meriam yang dilindungi 24 pesawat terbang jenis Mosquito (pemburu) dan Thunmderbolts (pelempar bom).
Pesawat-pesawat ini berpangkalan di kapal-kapal perusak yang mengadakan straffing serta menjatuhkan bom-bom di Surabaya. Kekuatan laut yang dikerahkan oleh Inggris terdiri dari jenis kapal LST destroyer. Kapal itu dibawah komando Naval Commander Force 64 yang dipimpin olehCaptain RCS Carwood. Beberapa buah kapal ini sudah beroperasi sejak kedatangan Inggris 25 Oktober 1945. Dan banyak lagi kekuatan Inggris dari laut, udara dan darat untuk menyerbu Surabaya 10 November 1945.
D. Perlawanan Sengit Pejuang RI Pertempuran Fase Kedua 10-28 November 1945
Pada 10 November 1945, tepat pukul 06.00 pagi, Inggris membombardir Kota Surabaya. Tentara Inggris mulai melancarkan serangan berskala besar, yang diawali dengan bom udara ke gedung-gedung pemerintahan Surabaya, dan kemudian mengerahkan sekitar 30.000 infanteri, sejumlah pesawat terbang, tank, dan kapal perang. Inggris mulai membom Surabaya dan perang sengit berlangsung terus menerus selama 10 hari. Dua pesawat Inggris ditembak jatuh pasukan RI dan salah seorang penumpang Brigadir Jendral Robert Guy Loder-Symonds terluka parah dan meninggal keesokan harinya.
Menjelang senja, Inggris telah menguasai sepertiga kota. Surat kabar Times di London mengabarkan bahwa kekuatan Inggris terdiri dari 25 ponders, 37 howitser, HMS Sussex dibantu 4 kapal perang destroyer, 12 kapal terbang jenis Mosquito, 15.000 personel dari divisi 5 dan 6000 personel dari brigade 49 The Fighting Cock.David Welch menggambarkan pertempuran tersebut dalam bukunya, Birth of Indonesia (hal. 66). Berbagai bagian kota Surabaya dibombardir dan ditembak dengan meriam dari laut dan darat. Perlawanan pasukan dan milisi Indonesia kemudian berkobar di seluruh kota, dengan bantuan yang aktif dari penduduk. Serangan Pejuang RI terhadap Tank-Tank Inggris. Pejuang RI berhasil menembak jatuh Pesawat Tempur Inggris. Terlibatnya penduduk dalam pertempuran ini mengakibatkan ribuan penduduk sipil jatuh menjadi korban dalam serangan tersebut, baik meninggal mupun terluka.
Di pusat kota pertempuran adalah lebih dasyat, jalan-jalan diduduki satu per satu, dari satu pintu ke pintu lainnya. Mayat dari manusia, kuda-kuda, kucing-kucing serta anjing-anjing bergelimangan di selokan-selokan. Gelas-gelas berpecahan, perabot rumah tangga, kawat-kawat telephon bergelantungan di jalan-jalan dan suara pertempuran menggema di tengah gedung-gedung kantor yang kosong.
Perlawanan Indonesia berlangsung dalam dua tahap, pertama pengorbanan diri secara fanatik, dengan orang-orang yang hanya bersenjatakan pisau-pisau belati menyerang tank-tank Sherman, dan kemudian dengan cara yang lebih terorganisir dan lebih efektif, mengikuti dengan cermat buku-buku petunjuk militer Jepang”. Pertempuran berlangsung dengan ganas selama 3 minggu. seluruh kota telah jatuh ke tangan sekutu. Di luar dugaan pihak Inggris yang menduga bahwa perlawanan di Surabaya bisa ditaklukkan dalam tempo tiga hari, para tokoh masyarakat seperti pelopor muda Bung Tomo yang berpengaruh besar di masyarakat terus menggerakkan semangat perlawanan pemuda-pemuda Surabaya sehingga perlawanan terus berlanjut di tengah serangan skala besar Inggris.
Tokoh-tokoh agama yang terdiri dari kalangan ulama serta kyai-kyai pondok Jawa seperti KH. Hasyim Asy’ari, KH. Wahab Hasbullah serta kyai-kyai pesantren lainnya juga mengerahkan santri-santri mereka dan masyarakat sipil sebagai milisi perlawanan (pada waktu itu masyarakat tidak begitu patuh kepada pemerintahan tetapi mereka lebih patuh dan taat kepada para kyai) sehingga perlawanan pihak Indonesia berlangsung lama, dari hari ke hari, hingga dari minggu ke minggu lainnya. Perlawanan rakyat yang pada awalnya dilakukan secara spontan dan tidak terkoordinasi, makin hari makin teratur. Pertempuran skala besar ini mencapai waktu sampai tiga minggu, sebelum seluruh kota Surabaya akhirnya jatuh di tangan pihak Inggris pada akhir bulan November 1945, tepatnya tanggal 20 November 1945. Para pejuang Indonesia yang masih hidup mengikuti ribuan pengungsi yang melarikan diri meninggalkan Surabaya dan kemudian mereka membuat garis pertahanan baru mulai dari Mojokerto di Barat hingga ke arah Sidoarjo di Timur.
Setidaknya 6,000 pejuang dari pihak Indonesia tewas dan 200,000 rakyat sipil mengungsi dari Surabaya. Korban dari pasukan Inggris dan India kira-kira sejumlah 600. Pertempuran berdarah di Surabaya yang memakan ribuan korban jiwa tersebut telah menggerakkan perlawanan rakyat di seluruh Indonesia untuk mengusir penjajah dan mempertahankan kemerdekaan. Banyaknya pejuang yang gugur dan rakyat sipil yang menjadi korban pada hari 10 November ini kemudian dikenang sebagai Hari Pahlawan oleh Republik Indonesia hingga sekarang. Lebih dari 20.000 tentara indonesia, laskar dan penduduk surabaya gugur dalam pertempuran ini. Kota surabaya benar-benar hancur lebur di bumi hanguskan. Korban dipihak inggris lebih dari 1.500 serdadu tewas. Sedangkan 300 tentara inggris dari india serta pakistan memilih disersi dan bergabung bersama pejuang republik Indonesia. Dunia internasional mengutuk serangan inggris di surabaya serangan ini dianggap sebagai perbuatan yang biadab.
E. Pembangunan Monumen Tugu Pahlawan 20 Februari 1952
Tugu Pahlawan, adalah sebuah monumen yang menjadi markah tanah. Monumen ini setinggi 41,15 meter berbentuk lingga atau paku terbalik. Tubuh monumen berbentuk lengkungan-lengkungan (Canalures) sebanyak 10 lengkungan, dan terbagi atas 11 ruas. Tinggi, ruas, dan canalures mengandung makna tanggal 10, bulan 11, tahun 1945. Suatu tanggal bersejarah, bukan hanya bagi penduduk Kota Surabaya, tetapi juga bagi seluruh Rakyat Indonesia. Koordinatnya adalah 7,245808°LS 112,737785°BT. Tugu Pahlawan dibangun untuk memperingati peristiwa Pertempuran 10 November 1945 di Surabaya, dimana arek-arek Suroboyo berjuang melawan pasukan Sekutu bersama Belanda yang hendak menjajah kembali Indonesia. Monumen tugu pahlawan merupakan simbol perlawanan rakyat Indonesia terhadap imperialisme. Peletakan batu pertama dilakukan oleh Presiden Soekarno. Monumen ini berada di tengah-tengah kota di Jalan Pahlawan Surabaya, dan di dekat Kantor Gubernur Jawa Timur. Tugu Pahlawan merupakan salah satu ikon Kota Surabaya sebagai Kota Pahlawan. Berdiri di atas tanah lapang seluas 1,3 hektare, dan secara administratif berada di wilayah Kelurahan Alun-Alun Contong, Kecamatan Bubutan, Kota Surabaya. Monumen Tugu Pahlawan menjadi pusat perhatian setiap tanggal 10 November mengenang peristiwa pada tahun 1945 ketika banyak pahlawan yang gugur dalam perang kemerdekaan.
Monumen Tugu Pahlawan 20 Februari 1952
Ada dua pendapat mengenai siapa yang menjadi pemrakarsa, sekaligus arsitek monumen yang terletak di Jalan Pahlawan Surabaya ini. Menurut Gatot Barnowo, monumen ini diprakarsai oleh Doel Arnowo, yang saat itu menjabat sebagai Kepala Daerah Kota Besar Surabaya. Kemudian ia meminta Ir. Tan untuk merancang gambar monumen yang dimaksud, untuk selanjutnya diajukan kepada Presiden Soekarno. Sedangkan menurut Ir. Soendjasmono, pemrakarsa monumen ini adalah Ir. Soekarno sendiri. Ide ini mendapat perhatian khusus dari Walikota Surabaya, Doel Arnowo. Untuk perencanaan dan gambarnya diserahkan kepada Ir. R. Soeratmoko, yang telah mengalahkan beberapa arsitektur lainnya dalam sayembara untuk pemilihan arsitek untuk membangun monumen ini. Pada awalnya pekerjaan pembangunan Monumen Tugu Pahlawan ditangani Balai Kota Surabaya sendiri. Kemudian dilanjutkan oleh Indonesian Engineering Corporation, yang kemudian diteruskan oleh Pemborong Saroja. Monumen yang dibangun selama sepuluh bulan ini, diresmikan oleh Presiden Soekarno pada tanggal 10 November 1952.
Museum
Di bawah tanah lahan Tugu Pahlawan sedalam 7 meter terdapat sebuah museum untuk mengenang jasa-jasa para pahlawan yang berjuang di Surabaya, di museum ini juga terdapat foto-foto dokumentasi pembangunan Tugu Pahlawan. Museum ini diresmikan pada tanggal 19 Februari 2000 oleh Presiden K.H. Abdurrahman Wahid. Pada tahun 1991-1996 dilakukan pembenahan kawasan Tugu Pahlawan dan Museum Perjuangan 10 November Surabaya yang dipimpin oleh arsitek Ir. Sugeng Gunadi, MLA dari Institut Teknologi Sepuluh Nopember.
Bung Tomo Akhirnya di Angkat Sebagai Pahlawan Nasional
Sesuai Keputusan Presiden Republik Indonesia Nomor 041/TK/Tahun 2008 tertanggal 6 November 2008, pada tanggal 10 november 2008 oleh Presiden Susilo Bambang Yudhoyono. Bung Tomo wafat dipadang Arafah pada tanggal 7 oktober 1981 saat menunaikan ibadah haji. Atas permintaan Pemerintah Indonesia beliau dapat di makamkan di Indonesia di pemakaman umum Ngagel Surabaya.
Konferensi Meja Bundar Pengakuan Kedaulatan Republik Indonesia oleh Pemerintah Belanda 27 Desember 1949
Heroiknya pertemuran Surabaya 1945 telah mengobarkan semangat perlawanan rakyat seluruh Indonesia untuk mengusir penjajah dan mempertahankan kemerdekaan. Kondisi ini mendesak Pemerintah Belanda untuk mengubah strateginya tetap tidak hanya bertumpu pada kekuatan militer tetapi juga menggunakan jalur diplomasi melalui berbagai perundingan.
Konferensi Meja Bundar adalah sebuah pertemuan antara pemerintah Republik Indonesia dan Belanda yang dilaksanakan di Den Haag, Belanda dari 23 Agustus hingga 2 November 1949. Usaha untuk meredam kemerdekaan Indonesia dengan jalan kekerasan berakhir dengan kegagalan. Belanda mendapat kecaman keras dari dunia internasional. Belanda dan Indonesia kemudian mengadakan beberapa pertemuan untuk menyelesaikan masalah ini secara diplomasi, lewat perundingan Linggarjati, perjanjian Renville, perjanjian Roem-van Roijen, dan Konferensi Meja Bundar.
Hasil dari Konferensi Meja Bundar (KMB), yaitu:
· Serahterima kedaulatan dari pemerintah kolonial Belanda kepada Republik Indonesia Serikat, kecuali Papua bagian barat. Indonesia ingin agar semua bekas daerah Hindia Belanda menjadi daerah Indonesia, sedangkan Belanda ingin menjadikan Papua bagian barat negara terpisah karena perbedaan etnis. Konferensi ditutup tanpa keputusan mengenai hal ini. Karena itu pasal 2 menyebutkan bahwa Papua bagian barat bukan bagian dari serah terima, dan bahwa masalah ini akan diselesaikan dalam waktu satu tahun.
- Dibentuknya sebuah persekutuan Belanda-Indonesia, dengan monarch Belanda sebagai kepala negara.
- Pengambil alihan hutang Hindia Belanda oleh Republik Indonesia Serikat.
No comments:
Write komentar