Tujuh Puluh Dua tahun sudah negara kita tercinta merdeka. Tapi apakah kemerdekaaan yang kita rasakan sampai saat ini adalah kemerdekaan hakiki. Ataukah kemerdekaan Indonesia selama ini hanya kemerdekaan semu belaka.
Kata ‘merdeka’ dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia memiliki beberapa arti, diantaranya ‘bebas’, ‘berdiri sendiri’ dan tidak terikat atau bergantung pada orang lain ataupun pihak tertentu’. Mungkin saja kemerdekaan kita saat ini hanya karena bebas dari penjajahan secara fisik. Tidak menutup kemungkinan kita masih belum merdeka karena belum mampu berdiri sendiri untuk mengelola kekayaan sumber daya alam dan mengembangkan sumber daya manusianya. Ketergantungan pada negara asing masih cukup kental dalam segala urusan Negara kita ini. Hal ini berarti negara kita masih terjajah dalam berbagai bidang, misalnya ekonomi, politik, teknologi dan lain sebagainya.
Banyak sudah yang merindukan kemajuan dan kesejahteraan bagi Indonesia. Tapi hal ini bisakah terjadi atau hanya menjadi angan-angan semu yang tak pasti. Jika kita merujuk pada satu ayat al-Quran yang sudah familier di telinga kita, Allah swt menegaskan tak akan merubah keadaan suatu kaum, golongan masyarakat, ataupun negara selagi mereka tidak memiliki kemauan untuk berubah (QS ar-Ra’d [13]: 11). Perubahan memang diperlukan, tapi apakah hanya cukup niat dan berharap saja tanpa adanya usaha yang nyata untuk mewujudkannya.
Semangat berjuang demi suatu perubahan memang sangat dibutuhkan. Mampukah kita memiliki semangat juang seperti para pahlawan yang mengorbankan jiwa dan raganya demi menuju kemerdekaan sampai seperti sekarang ini. Apakah sejarah para pejuang negara hanya menjadi sebuah buku bacaan dan dongeng-dongeng patriotik yang indah semata. Kapankah kita bisa mengambil pelajaran dari sekian banyak sejarah itu dan menjadikannya contoh bagi perjuangan kita ke depan. Aaah, ternyata meraih kemerdekaan tak semudah membalikkan telapak tangan. Anda boleh sepakat atau tidak, jika semangat para pahlawan dan pejuang tumbuh dari dari hati tulus mereka yang sangat cinta pada tanah air. Perjuangan mereka tak mengenal imbalan dan jasa, bahkan bisa dikata jika mereka semua ikhlas tanpa pamrih dalam memperjuangkan negara. Apakah sekarang bisa dijumpai lagi keikhlasan, ketulusan, dan rasa tanpa pamrih itu dalam diri kita. Ataukah kita hanya menemukan oknum-oknum ‘perampok’ dengan segala kepentingan dan kerakusan mereka.
Setiap negara pasti memiliki mimpi untuk menjadi negara maju dan jaya. Mimpi itu memang sudah ada dari dulu. Tapi apakah cukup hanya dengan bermimpi. Sudah barang tentu meraih mimpi itu tidak mudah, butuh perjuangan dan pengorbanan. Mulai dari mana kita berjuang dan berkorban untuk bangsa. Mungkin bisa kita mulai dengan menumbuhkan rasa cinta pada negara kita Indonesia. Dengan didasari rasa cinta pasti segala perjuangan akan menjadi ringan. Habib Luthfi bin Yahya pernah mengatakan, “Jangan mimpi untuk bisa dihormati oleh negara lain, sedangkan anda tak mampu menghormati dan menghargai negara ini. Jangan sampai anda lebih bangga dengan barang atau apapun yang berasal dari luar negeri dari pada apa yang dihasilkan oleh negeri sendiri”. Mari kita menumbuhkan rasa cinta bagi negara kita Indonesia, dengan dibarengi saling menghormati dan menjalin persaudaran antar suku dan agama yang beraneka ragam di bumi nusantara ini. Semoga harapan dan mimpi-mimpi itu bisa terwujud. Dahulu nenek moyang kita memiliki jargon yang sangat patriotik yakni, ‘merdeka atau mati’, apakah jargon itu masih kita gunakan sampai saat ini. Ataukah jargon itu berubah menjadi ‘merdeka atau mimpi’?
Kata ‘merdeka’ dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia memiliki beberapa arti, diantaranya ‘bebas’, ‘berdiri sendiri’ dan tidak terikat atau bergantung pada orang lain ataupun pihak tertentu’. Mungkin saja kemerdekaan kita saat ini hanya karena bebas dari penjajahan secara fisik. Tidak menutup kemungkinan kita masih belum merdeka karena belum mampu berdiri sendiri untuk mengelola kekayaan sumber daya alam dan mengembangkan sumber daya manusianya. Ketergantungan pada negara asing masih cukup kental dalam segala urusan Negara kita ini. Hal ini berarti negara kita masih terjajah dalam berbagai bidang, misalnya ekonomi, politik, teknologi dan lain sebagainya.
Banyak sudah yang merindukan kemajuan dan kesejahteraan bagi Indonesia. Tapi hal ini bisakah terjadi atau hanya menjadi angan-angan semu yang tak pasti. Jika kita merujuk pada satu ayat al-Quran yang sudah familier di telinga kita, Allah swt menegaskan tak akan merubah keadaan suatu kaum, golongan masyarakat, ataupun negara selagi mereka tidak memiliki kemauan untuk berubah (QS ar-Ra’d [13]: 11). Perubahan memang diperlukan, tapi apakah hanya cukup niat dan berharap saja tanpa adanya usaha yang nyata untuk mewujudkannya.
Semangat berjuang demi suatu perubahan memang sangat dibutuhkan. Mampukah kita memiliki semangat juang seperti para pahlawan yang mengorbankan jiwa dan raganya demi menuju kemerdekaan sampai seperti sekarang ini. Apakah sejarah para pejuang negara hanya menjadi sebuah buku bacaan dan dongeng-dongeng patriotik yang indah semata. Kapankah kita bisa mengambil pelajaran dari sekian banyak sejarah itu dan menjadikannya contoh bagi perjuangan kita ke depan. Aaah, ternyata meraih kemerdekaan tak semudah membalikkan telapak tangan. Anda boleh sepakat atau tidak, jika semangat para pahlawan dan pejuang tumbuh dari dari hati tulus mereka yang sangat cinta pada tanah air. Perjuangan mereka tak mengenal imbalan dan jasa, bahkan bisa dikata jika mereka semua ikhlas tanpa pamrih dalam memperjuangkan negara. Apakah sekarang bisa dijumpai lagi keikhlasan, ketulusan, dan rasa tanpa pamrih itu dalam diri kita. Ataukah kita hanya menemukan oknum-oknum ‘perampok’ dengan segala kepentingan dan kerakusan mereka.
Setiap negara pasti memiliki mimpi untuk menjadi negara maju dan jaya. Mimpi itu memang sudah ada dari dulu. Tapi apakah cukup hanya dengan bermimpi. Sudah barang tentu meraih mimpi itu tidak mudah, butuh perjuangan dan pengorbanan. Mulai dari mana kita berjuang dan berkorban untuk bangsa. Mungkin bisa kita mulai dengan menumbuhkan rasa cinta pada negara kita Indonesia. Dengan didasari rasa cinta pasti segala perjuangan akan menjadi ringan. Habib Luthfi bin Yahya pernah mengatakan, “Jangan mimpi untuk bisa dihormati oleh negara lain, sedangkan anda tak mampu menghormati dan menghargai negara ini. Jangan sampai anda lebih bangga dengan barang atau apapun yang berasal dari luar negeri dari pada apa yang dihasilkan oleh negeri sendiri”. Mari kita menumbuhkan rasa cinta bagi negara kita Indonesia, dengan dibarengi saling menghormati dan menjalin persaudaran antar suku dan agama yang beraneka ragam di bumi nusantara ini. Semoga harapan dan mimpi-mimpi itu bisa terwujud. Dahulu nenek moyang kita memiliki jargon yang sangat patriotik yakni, ‘merdeka atau mati’, apakah jargon itu masih kita gunakan sampai saat ini. Ataukah jargon itu berubah menjadi ‘merdeka atau mimpi’?
Sumber: harakatuna.com
No comments:
Write komentar