Komjen Pol Suhardi Alius
Dalam berbagai kesempatan, Kepala Badan Nasional Penanggulangan Terorisme (BN-PT), Komjen Suhardi Alius mengajak generasi muda aktif mencegah radikalisme-terorisme di dunia maya.
Ajakan tersebut bukan muncul dari ruang yang kosong. Artinya, ada sebab-musabab (latar belakang) yang menyertainya. Sebagaimana yang kita ketahui bahwa, kelompok ekstrimis-radikalis seperti ISIS, saat ini sudah menyebarkan pahamnya melalui dunia maya. Bahkan, perekrutannya-pun dilakukan melalui jejaring sosial. Bisa dibayangkan bahwa jika saat ini ada 132 juta pengguna internet, sekali menyebarkan konten negatif, maka akan ada jutaan orang yang terjerat. Sungguh luar bisa mengkhawatirkan, bukan?
Pendiri Peace Generation, Irfan Amalee menyebutkan ada lima narasi yang dibangun kelompok radikali di dunia maya. Pertama, narasi politik. Kedua, narasi sejarah. Dalam konteks narasi sejarah, kelompok radikali mempunyai kemiripan dengan khawarij. Dan pengulangan sejarah khawarij inilah diterapkan di masa sekarang. Sebagai contoh, berdasarkan sejarah, suatu negara itu dicap sebagai thagut dan yang taat pada sistem pemerintahan tersebut dianggap sebagai kafir. Sampai di sini, sistem kufur dan thagut wajib diperangi dan menganggap laku ini sebagai perang suci (jihad).
Ketiga, sosio-psikis dan keempat, instrumen. Kedua narasi ini diterapkan dengan cara mengimpor perubahan yang terjadi di negara lain yang menggunakan kekerasan. Hemat kata, kelompok ini percaya bahwa perubahan harus dilakukan dengan cara keras atau radikal. Tanpa semua itu, mewujudkan ideologinya bagaikan mimpi disiang bolong.
Kelima, narasi teologi. Atas nama agama dan iming-iming surga, kelompok radikal berhasil membius orang awam untuk menjadi bagian dari kelompok mereka. Ketika sudah masuk dalam perangkap, orang awam tersebut menjadi sangat solid dan tidak takut mati. Ayat-ayat dan hadis-hadis dipahami secara serampangan sehingga melawan pemerintah yang sah dan menghabisi siapapun yang menghalangi terwujudnya suatu tataran yang mereka inginkan adalah hal yang utama. Mereka seolah menegasikan perintah berdamai.
Benar. Dalam beberapa kasus, pelaku terorisme diduga keras belajar melalui internet. Hal ini tidak lain karena garapan kelompok radikal, yakni membuat propaganda di dunia maya. Dengan berita hoax dan pelintiran beberapa ayat, menjadikan orang terpancing untuk membunuh kelompok tertentu. Aksi ini diyakini sebagai langkah mulia dan pasti mendapatkan ganjaran surga plus 72 bidadari.
Anti-Radikalisme di Dunia Maya
Dalam konteks dunia maya, maka pemuda menjadi segmen mayoritas penggunanya. Dengan demikian, pemuda mempunyai peran yang tidak hanya siginifikan. Lebih dari itu, ia juga memiliki peran strategis dalam upaya mencegah konten radikalisme di dunia maya.
Lantas, apa saja peran itu? Pertama, menjegal konten yang disinyalir mengandung penyebaran paham teroris-radikalis. Pemuda adalah aset besar bangsa. Perannya sudah tidak diragukan lagi. Dengan semangat yang masih menyala-nyala dan mempunyai idealitas yang sangat tinggi, dalam konteks merebaknya konten radikal di dunia maya, pemuda adalah harapan “terakhir” bangsa ini untuk menjegal konten yang disinyalir mengajarkan laku radikal yang mengarah pada terorisme. Banyak cara yang dapat ditempuh. Salah satunya mengcounter ajaran yang yang bernuansa teroris tersebut dengan ajaran dan pemahaman yang lurus, bisa diwujudkan dalam bentuk membuat website dan lain sebagainya. Targetnya jelas, yakni selain mengcounter media radikali, juga bisa menjadi dermaga dan media pembelajaran masyarakat akan nilai-nilai perdamaian dan sejenisnya.
Kedua, meluruskan pemahaman yang salah dan memantabkan pemahaman yang lurus. Untuk mempengaruhi masyarakat luas, kelompok radikali membuat propaganda bahwa dunia saat ini penuh dengan ketidakadilan dan kezaliman di mana-mana. Oleh sebab itu, momentum ini didramatisir sedemikian rupa sehingga muncul sebuah pemikiran bahwa jihad harus ditabuh. Dengan demikian, kekerasan menjadi satu-satunya solusi.
Tentu yang demikian itu tidaklah tepat. Untuk itulah, pemuda harus segera mengambil langkah tegas dan terarah guna menyikapi hal yang demikian itu. Melakukan aktivitas positif dan mengedukasi masyarakat melalui meme, video pendek, dan uraian tentang perdamaian dan toleransi di dunia maya adalah beberapa langkah yang harus dilakukan oleh pemuda.
Ketiga, mengawasi situs-situs radikal. Dalam poin terakhir ini, pemuda tidak hanya dituntut untuk mengcounter dan membuat konten positif di dunia maya, melainkan juga mengawasi situs-situs yang berhaluan keras. Jika didapati situs tertentu digunakan untuk menyebar paham radikal teroris, maka harus dilaporkan pada pemerintah agar ditindak secara tegas, blokir misalnya. Yang demikian ini, sekali lagi, dibutuhkan sinergitas antara pemerintah dan pemuda.
Tegas kata, momentum sumpah pemuda yang identik dengan spirit persatuan dan perubahan, pemuda tidak boleh leha-leha melihat kondisi bangsa yang sudah dikepung oleh kelompok yang hendak menghancurkan bangunan keragaman dan keharmonisan masyarakat Indonesia. Membuat kontens kreatif, menyebarkan perdamaian dan mengedukasi masyarakat melalui internet merupakan peran dan tanggang jawab pemuda zaman now.
Sumber: harakatuna.com
Ajakan tersebut bukan muncul dari ruang yang kosong. Artinya, ada sebab-musabab (latar belakang) yang menyertainya. Sebagaimana yang kita ketahui bahwa, kelompok ekstrimis-radikalis seperti ISIS, saat ini sudah menyebarkan pahamnya melalui dunia maya. Bahkan, perekrutannya-pun dilakukan melalui jejaring sosial. Bisa dibayangkan bahwa jika saat ini ada 132 juta pengguna internet, sekali menyebarkan konten negatif, maka akan ada jutaan orang yang terjerat. Sungguh luar bisa mengkhawatirkan, bukan?
Pendiri Peace Generation, Irfan Amalee menyebutkan ada lima narasi yang dibangun kelompok radikali di dunia maya. Pertama, narasi politik. Kedua, narasi sejarah. Dalam konteks narasi sejarah, kelompok radikali mempunyai kemiripan dengan khawarij. Dan pengulangan sejarah khawarij inilah diterapkan di masa sekarang. Sebagai contoh, berdasarkan sejarah, suatu negara itu dicap sebagai thagut dan yang taat pada sistem pemerintahan tersebut dianggap sebagai kafir. Sampai di sini, sistem kufur dan thagut wajib diperangi dan menganggap laku ini sebagai perang suci (jihad).
Ketiga, sosio-psikis dan keempat, instrumen. Kedua narasi ini diterapkan dengan cara mengimpor perubahan yang terjadi di negara lain yang menggunakan kekerasan. Hemat kata, kelompok ini percaya bahwa perubahan harus dilakukan dengan cara keras atau radikal. Tanpa semua itu, mewujudkan ideologinya bagaikan mimpi disiang bolong.
Kelima, narasi teologi. Atas nama agama dan iming-iming surga, kelompok radikal berhasil membius orang awam untuk menjadi bagian dari kelompok mereka. Ketika sudah masuk dalam perangkap, orang awam tersebut menjadi sangat solid dan tidak takut mati. Ayat-ayat dan hadis-hadis dipahami secara serampangan sehingga melawan pemerintah yang sah dan menghabisi siapapun yang menghalangi terwujudnya suatu tataran yang mereka inginkan adalah hal yang utama. Mereka seolah menegasikan perintah berdamai.
Benar. Dalam beberapa kasus, pelaku terorisme diduga keras belajar melalui internet. Hal ini tidak lain karena garapan kelompok radikal, yakni membuat propaganda di dunia maya. Dengan berita hoax dan pelintiran beberapa ayat, menjadikan orang terpancing untuk membunuh kelompok tertentu. Aksi ini diyakini sebagai langkah mulia dan pasti mendapatkan ganjaran surga plus 72 bidadari.
Anti-Radikalisme di Dunia Maya
Dalam konteks dunia maya, maka pemuda menjadi segmen mayoritas penggunanya. Dengan demikian, pemuda mempunyai peran yang tidak hanya siginifikan. Lebih dari itu, ia juga memiliki peran strategis dalam upaya mencegah konten radikalisme di dunia maya.
Lantas, apa saja peran itu? Pertama, menjegal konten yang disinyalir mengandung penyebaran paham teroris-radikalis. Pemuda adalah aset besar bangsa. Perannya sudah tidak diragukan lagi. Dengan semangat yang masih menyala-nyala dan mempunyai idealitas yang sangat tinggi, dalam konteks merebaknya konten radikal di dunia maya, pemuda adalah harapan “terakhir” bangsa ini untuk menjegal konten yang disinyalir mengajarkan laku radikal yang mengarah pada terorisme. Banyak cara yang dapat ditempuh. Salah satunya mengcounter ajaran yang yang bernuansa teroris tersebut dengan ajaran dan pemahaman yang lurus, bisa diwujudkan dalam bentuk membuat website dan lain sebagainya. Targetnya jelas, yakni selain mengcounter media radikali, juga bisa menjadi dermaga dan media pembelajaran masyarakat akan nilai-nilai perdamaian dan sejenisnya.
Kedua, meluruskan pemahaman yang salah dan memantabkan pemahaman yang lurus. Untuk mempengaruhi masyarakat luas, kelompok radikali membuat propaganda bahwa dunia saat ini penuh dengan ketidakadilan dan kezaliman di mana-mana. Oleh sebab itu, momentum ini didramatisir sedemikian rupa sehingga muncul sebuah pemikiran bahwa jihad harus ditabuh. Dengan demikian, kekerasan menjadi satu-satunya solusi.
Tentu yang demikian itu tidaklah tepat. Untuk itulah, pemuda harus segera mengambil langkah tegas dan terarah guna menyikapi hal yang demikian itu. Melakukan aktivitas positif dan mengedukasi masyarakat melalui meme, video pendek, dan uraian tentang perdamaian dan toleransi di dunia maya adalah beberapa langkah yang harus dilakukan oleh pemuda.
Ketiga, mengawasi situs-situs radikal. Dalam poin terakhir ini, pemuda tidak hanya dituntut untuk mengcounter dan membuat konten positif di dunia maya, melainkan juga mengawasi situs-situs yang berhaluan keras. Jika didapati situs tertentu digunakan untuk menyebar paham radikal teroris, maka harus dilaporkan pada pemerintah agar ditindak secara tegas, blokir misalnya. Yang demikian ini, sekali lagi, dibutuhkan sinergitas antara pemerintah dan pemuda.
Tegas kata, momentum sumpah pemuda yang identik dengan spirit persatuan dan perubahan, pemuda tidak boleh leha-leha melihat kondisi bangsa yang sudah dikepung oleh kelompok yang hendak menghancurkan bangunan keragaman dan keharmonisan masyarakat Indonesia. Membuat kontens kreatif, menyebarkan perdamaian dan mengedukasi masyarakat melalui internet merupakan peran dan tanggang jawab pemuda zaman now.
Sumber: harakatuna.com
No comments:
Write komentar