Bung Karno
Masa kepresidenan Bung Karno terbagi menjadi empat tahap yaitu antara tahun 1945 sampai dengan 1949, pada masa ini Bung Karno adalah kepala pemerintah dan kepala negara dibawah UUD 1945. Kemudian Bung Karno menjadi presiden konstitusional RIS. periode 1950 sampai 1959, adalah berlangsungnya demokrasi parlementer yang mana posisi Bung Karno hanya menjadi kepala negara tetapi tidak terlibat pada kegiatan eksekutif karena pemerintahan dipegang oleh perdana menteri di bawah UUDS 1950. periode ke empat berlangsung setelah dekrtit presiden 5 juli 1959 sampai dengan jatuhnya kekuasaanya dibawah UUD1945.
Dari periode tersebut sangat jelas bahwa Bung Karno hanya berkuasa penuh pada periode 1945 sampai 1949 dan periode 1959 sampai kejatuhanya. Pada periode RIS dan UUDS 1950 posisi presiden hanya sebagai kepala negara saja, dan tidak menjadi kepala pemerintahan karena adanya intervensi oleh maklumat X yang membawa sistem pemerintahan Indonesia ke arah Demokrasi Parlementer. Jatuh bangun kabinet serta seringnya pergantian Perdana Menteri mewarnai corak pemerintahan pada masa demokrasi parlementer, namun yang jelas maklumat X yang melahirkan demokrasi parlementer tersebut telah membatasi dan mengekang Bung karno dalam melakukan pembangunan bangsa.
Nuansa Revolusioner mulai dibangun Bung Karno kembali pada tahun 1959 setelah dikeluarkanya dekrit presiden 5 juli 1959, ketika dulu Bung Hatta mengeluarkan Maklumat X untuk merevisi UUD 1945 dari sistem kabinet presidensiel menjadi kabinet parlementer. Dengan dekrit 5 juli 1959 ini mulai diberlakukanya lagi UUD 1945 dan dengan sendirinya menempatkan presiden RI sebagai kepala negara sekaligus kepala pemerintahan. Karena suasana menjadi revolusioner maka situasi ini oleh Bung Karno sebagai Tahun “Penemuan Kembali Jalanya Revolusi kita”
Dengan dekrtit presiden tersebut Bung Karno menjadi kepala pemerintahan di samping kepala negara, dan harus menjadi pemimpin langsung jalanya pemerintahan RI. Untuk itu diperlukan landasan operasional sesuai dengan ketentuan dalam UUD 1945 pasal 3 tentang Garis-Garis Besar Haluan Negara (GBHN). Dalam konteks ini Bung Karno merumuskan pemikiran Revolusionernya untuk dijadikan GBHN yang akan menjadi landasan operasional dalam menjalankan roda pemerintahanya.
Pada tanggal 17 Agustus 1959 di depan massa rakyat Bung karno membacakan pidato dengan judul MANIFESTO POLITIK. Dalam manifesto ini dijelaskan bahwa Pancasila adalah falsafah atau pandangan bangsa Indonesia adalah penarikan lebih tinggi dari Declaration of independent dan Manifesto Komunis. Serta tetap konsisten dengan pandangan Marhaenisme yang ia rumuskan ketika masih muda yaitu Sosio-nasionalisme dan Sosio-demokrasi . bagi Bung karno manipol adalah landasan strategis untuk mengoperasionalkan Pancasila dalam praktek pemerintahan, yang akan dijadikan sarana perekat persatuan kekuatan-kekuatan nasional.
Dari manifesto politik tersebut, saya menaruh perhatian pada Konsep Demokrasi Terpimpin Bung Karno. Dekrit Presiden & Manifesto politik menurut saya merupakan hasil pemikiran bung karno setelah melakukan Safari Berdikari ke Amerika Serikat,Uni Soviet, Eropa Timur dan China. Istilah “Demokrasi terpimpin” yang dalam bahasa inggris diterjemahkan dengan “Guided Democracy” sudah mulai ramai didengan pada permulaan november 1957.
Namun masih dikenal dengan sebutan “Konsepsi Bung karno”. Baginya Demokrasi barat tidak sesuai dengan demokrasi Indonesia, pencarian konsep sistem politik pun mulai dicari, karena sistem politik yang lama telah salah yang membuat indonesia semakin sengsara maka sistem yang lama harus di tinjau kembali, harus dicari alternatif dan diganti dengan sistem demokrasi yang tidak liar, yang sesuai dengan keperibadian bangsa Indonesia, demokrasi yang akan membawa kita kearah keadilan sosial.
Untuk mendukung pelaksanaan Demokrasi Terpimpin, maka H. Djuanda (perdana menteri) menyatakan :
Dari periode tersebut sangat jelas bahwa Bung Karno hanya berkuasa penuh pada periode 1945 sampai 1949 dan periode 1959 sampai kejatuhanya. Pada periode RIS dan UUDS 1950 posisi presiden hanya sebagai kepala negara saja, dan tidak menjadi kepala pemerintahan karena adanya intervensi oleh maklumat X yang membawa sistem pemerintahan Indonesia ke arah Demokrasi Parlementer. Jatuh bangun kabinet serta seringnya pergantian Perdana Menteri mewarnai corak pemerintahan pada masa demokrasi parlementer, namun yang jelas maklumat X yang melahirkan demokrasi parlementer tersebut telah membatasi dan mengekang Bung karno dalam melakukan pembangunan bangsa.
Nuansa Revolusioner mulai dibangun Bung Karno kembali pada tahun 1959 setelah dikeluarkanya dekrit presiden 5 juli 1959, ketika dulu Bung Hatta mengeluarkan Maklumat X untuk merevisi UUD 1945 dari sistem kabinet presidensiel menjadi kabinet parlementer. Dengan dekrit 5 juli 1959 ini mulai diberlakukanya lagi UUD 1945 dan dengan sendirinya menempatkan presiden RI sebagai kepala negara sekaligus kepala pemerintahan. Karena suasana menjadi revolusioner maka situasi ini oleh Bung Karno sebagai Tahun “Penemuan Kembali Jalanya Revolusi kita”
Dengan dekrtit presiden tersebut Bung Karno menjadi kepala pemerintahan di samping kepala negara, dan harus menjadi pemimpin langsung jalanya pemerintahan RI. Untuk itu diperlukan landasan operasional sesuai dengan ketentuan dalam UUD 1945 pasal 3 tentang Garis-Garis Besar Haluan Negara (GBHN). Dalam konteks ini Bung Karno merumuskan pemikiran Revolusionernya untuk dijadikan GBHN yang akan menjadi landasan operasional dalam menjalankan roda pemerintahanya.
Pada tanggal 17 Agustus 1959 di depan massa rakyat Bung karno membacakan pidato dengan judul MANIFESTO POLITIK. Dalam manifesto ini dijelaskan bahwa Pancasila adalah falsafah atau pandangan bangsa Indonesia adalah penarikan lebih tinggi dari Declaration of independent dan Manifesto Komunis. Serta tetap konsisten dengan pandangan Marhaenisme yang ia rumuskan ketika masih muda yaitu Sosio-nasionalisme dan Sosio-demokrasi . bagi Bung karno manipol adalah landasan strategis untuk mengoperasionalkan Pancasila dalam praktek pemerintahan, yang akan dijadikan sarana perekat persatuan kekuatan-kekuatan nasional.
Dari manifesto politik tersebut, saya menaruh perhatian pada Konsep Demokrasi Terpimpin Bung Karno. Dekrit Presiden & Manifesto politik menurut saya merupakan hasil pemikiran bung karno setelah melakukan Safari Berdikari ke Amerika Serikat,Uni Soviet, Eropa Timur dan China. Istilah “Demokrasi terpimpin” yang dalam bahasa inggris diterjemahkan dengan “Guided Democracy” sudah mulai ramai didengan pada permulaan november 1957.
Namun masih dikenal dengan sebutan “Konsepsi Bung karno”. Baginya Demokrasi barat tidak sesuai dengan demokrasi Indonesia, pencarian konsep sistem politik pun mulai dicari, karena sistem politik yang lama telah salah yang membuat indonesia semakin sengsara maka sistem yang lama harus di tinjau kembali, harus dicari alternatif dan diganti dengan sistem demokrasi yang tidak liar, yang sesuai dengan keperibadian bangsa Indonesia, demokrasi yang akan membawa kita kearah keadilan sosial.
Untuk mendukung pelaksanaan Demokrasi Terpimpin, maka H. Djuanda (perdana menteri) menyatakan :
- Demokrasi harus mempunyai disiplin dan harus mempunyai pimpinan.
- Demokrasi adalah alat, bukan tujuan.
- Tujuan kita adalah masyarakat yang adil dan makmur.
- Sebagai alat maka demokrasi – dalam arti bebas berfikir dan bebas berbicara- harus berlaku dengan mengenal beberapa batas.
- Masyarakat adil dan makmur tidak bisa lain dari pada suatu masyarakat yang teratur dan terpimpin.
- Masyarakat terpimpin adalah yang terikat kepada batas batas, tuntutan keadilan dan kemakmuran
Pada intinya demokrasi terpimpin hendak digunakan sebagai alat untuk menciptakan Negara kesejahterahan. Tujuan pokok negara kesejahterahan, antara lain :
- Mengontrol dan mendayagunakan sumberdaya sosial ekonomi untuk kepentingan publik.
- Menjamin distribusi kekayaan secara adil dan merata.
- Mengurangi kemiskinan.
- Menyediakan asuransi sosial.
- Menyediakan subsidi untuk layanan sosial.
- Memberi proteksi sosial bagi tiap warga
Sumber: Mahasiswa FISIP UBK
No comments:
Write komentar